Krisis Utang AS

Oleh: Adiwarman A. Karim
Sumber: Krisis Utang Global, Republika, Senin 22 Agustus 2011, hal. 1 & 11

Ekonomi Amerika Serikat dalam dekade terakhir ditopang oleh tiga pilar utama.

Pertama, besarnya permintaan konsumsi domestik. Kedua, besarnya pengeluaran pemerintah. Ketiga, besarnya kredit yang disalurkan. Ekspor memang juga menjadi faktor pendorong pertumbuhan di AS, tetapi besarannya tidak signifikan dibandingkan ketiga pilar utama itu. Awalnya ketiga pilar itulah yang mendorong perekonomian AS menjadi negara adidaya secara ekonomi. Namun, pada akhirnya, ketika penyaluran kredit telah sangat melampaui batas kemampuan ekonomi untuk menyerapnya, timbullah krisis pertama yang dikenal sebagai subprime mortgage crisis. Krisis ini secara signifikan menurunkan pertumbuhan ekonomi AS.

Ketika tahun 1988 Bank for International Settlements (BIS) menetapkan rasio modal minimum 6-8 persen untuk membatasi ekspansi kredit, bank-bank di AS malah menyikapinya dengan mengonversi kredit mereka menjadi surat berharga dan menjualnya kepada para investor.

Sebagai daya tarik, surat berharga yang diterbitkan berdasarkan kredit perumahan tersebut dijamin pembayarannya dengan instrumen derivatif, antara lain, berupa jaminan-bayar. Mereka yang menjual jaminan-bayar mendapat premi atas kesediaannya menjamin. Uniknya mereka yang menjual jaminan-bayar tidak perlu memiliki aset rumah yang dibiayai atau aset riil lain. Ibarat memasang taruhan pacuan kuda tanpa memiliki kudanya. Dalam ilmu fikih, bila pemilik kuda bertaruh dalam suatu pacuan, itu digolongkan sebagai judi (maysir). Bila yang bertaruh sekadar penonton, bukan pihak yang terlibat dalam pacuan, itu tergolong judi undian (maysir fil azlam).

Derivatif menjadi sangat populer di AS yang pada akhirnya menimbulkan gelembung hak-kewajiban keuangan tanpa ada aset riil dengan jumlah yang sangat besar, mencapai lebih dari 500 triliun dolar AS pada 2007. Dengan posisi AS sebagai negara adidaya ekonomi yang memiliki rating terbaik di dunia, instrumen derivatif diterima luas di dunia. Nama besar bank-bank AS saja telah cukup meyakinkan pasar menerima produk derivatifnya meskipun tanda adanya aset riil untuk mendukung kemampuan bayar.

Ketika aturan akuntansi baru diterapkan pada November 2007 yang mengharuskan aset keuangan dicatat berdasarkan nilai pasar pada hari itu (mark to market), pasar modal AS langsung terpukul. Dalam periode September 2008-Maret 2009, diperkirakan 15 triliun dolar AS dari gelembung aset itu menguap hilang begitu saja. Diperkirakan, jumlah yang sama akan menguap hilang pada periode Juli 2011-Januari 2012.

Tingkat kehidupan dan gaya hidup yang telah demikian majunya di AS yang selama ini ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menyebabkan program penghematan melalui penurunan tingkat kehidupan dan gaya hidup sulit dilakukan. Pengurangan pengeluaran pemerintah secara rata-rata tahunan hanya turun 0,2 triliun dolar dari pengeluaran tahunan yang mencapai 3,7 triliun dolar AS. Ditambah lagi dengan keperluan untuk membiayai perang yang berkesinambungan di Timur Tengah dan Afghanistan. Oleh karena itu, pemerintah terdorong untuk membiayai pertumbuhan ekonomi dengan mengandalkan pilar kedua, yaitu pengeluaran pemerintah.

Pengeluaran pemerintah yang besar tersebut dibiayai oleh defisit anggaran, yang pada akhirnya memicu munculnya krisis utang. Kekhawatiran pasar akan kemungkinan ketidakmampuan Pemerintah AS memenuhi kewajiban utang yang jatuh tempo, mendorong lembaga pemeringkat menurunkan rating surat berharga yang dikeluarkan oleh Pemerintah AS.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.