Arab Saudi dan al-Qaeda Bersatu di Yaman

Oleh: Giorgio Cafiero dan Daniel Wagner
23 September 2015
Sumber: www.foreignpolicyjournal.com

Al-Qaeda di Jazirah Arab telah menetapkan diri sebagai mitra de facto kampanye pimipinan Saudi yang dibekingi AS di Yaman.

Dalam memandang Yaman sebagai medan tempur penting dalam perjuangan akbar melawan perluasan pengaruh regional Iran, Arab Saudi telah bersatu dengan berbagai faksi Sunni Yaman untuk melumat pemberontakan Houthi. Ini membuat kerajaan tersebut bekerjasama dengan kelompok-kelompok Islamis Sunni yang ditetapkan sebagai organisasi “teroris” oleh Arab Saudi—bersama pemerintahan Arab lain dan juga Barat. Namun, sementara AS terus melancarkan Perang Melawan Teror di Yaman, strategi Riyadh ini menyulitkan hubungan kerajaan tersebut dengan Washington yang memang sudah dingin.

Persekutuan Arab Saudi dengan kelompok-kelompok “teroris” di Yaman disoroti di bulan Juni lalu ketika pemerintahan pengasingan Yaman Abd Rabbuh Mansur Hadi yang dibekingi Saudi mengutus Abdel-Wahab Humayqani ke Jenewa sebagai salah satu delegasinya dalam perundingan meja bundar PBB yang gagal. Pada Desember 2013, Departemen Keuangan AS menetapkan Humayqani sebagai “Teroris Global Yang Ditetapkan Secara Spesifik”, setelah diduga menjadi perekrut dan pendana al-Qaeda in Arabian Peninsula (AQAP) dan mengatur bom mobil Maret 2012 yang menyasar pangkalan Garda Republik Yaman, menewaskan tujuh orang.

Terlepas dari kecaman komunitas internasional terhadap pengeboman Arab Saudi atas wilayah sipil di Yaman, kemenangan teranyar di pihak pasukan sokongan Riyadh di Aden dan tempat lain tampaknya mengilhami kepercayaan besar pada kerajaan bahwa koalisi Sunni Arab dapat melumat pemberontakan Houthi melalui kampanye militer panjang. Tapi, rangkulan Arab Saudi kepada kaum ekstrimis menimbulkan pertanyaan apakah kerajaan akan berupaya meraih kemenangan atas Houthi—yang menurut Riyadh merupakan proksi Iran—berapapun harganya, dan menegaskan kembali kekhawatiran banyak pihak di Barat tentang mitra pilihan Riyadh.

Konteks Sejarah

Setelah ribuan warga negara Yaman yang bergabung dengan Usamah bin Laden di Perang Soviet-Afghan pulang ke Yaman pada 1980-an, rezim Yaman Ali Abdullah Saleh yang dibekingi Saudi mensponsori para militan tersebut dalam pertempuran melawan rezim Marxis Yaman Selatan, dan kemudian dalam kampanye mengalahkan separatis selatan. Selama 1990-an, Yaman menjadi lokasi sentral bagi kelompok-kelompok militan Salafi semisal para pendahulu AQAP, mencakup Islamic Jihad in Yaman, Army Aden Abyan, dan al-Qaeda in Yaman (AQY).

Di awal 2000-an, AQY melemah akibat menurunnya keanggotaan, tapi tindakan keras Arab Saudi terhadap cabang lokalnya membuat banyak anggota di Saudi kabur ke Yaman. Pada 2009, cabang Saudi dan Yaman bergabung menjadi AQAP. Selain menyasar negara sentral Yaman, pemberontak Houthi, dan warga/kepentingan Barat di Yaman, AQAP juga memperjelas niatnya untuk menggulingkan keluarga berkuasa Saudi, menuduhnya memelihara aliansi “haram” dengan AS.

Pada Agustus 2009, Wakil Menteri Dalam Negeri kala itu, Pangeran Mohammed bin Nayif (saat ini Putera Mahkota) bertemu dengan anggota masyarakat sebagai bagian dari perayaan Ramadhan, termasuk Abdullah Hassan Taleh al-Asiri, militan dari AQAP yang mengaku telah meninggalkan terorisme dan ingin bertobat di depan Pangeran. Niat asi al-Asiri menjadi jelas setelah dia memasuki ruangan berisi Mohammed bin Nayif dan meledakkan alat eksplosif buatan yang dibawanya. Ledakan itu menewaskan Asiri tapi tidak membunuh sang pangeran, hanya mengakibatkan luka-luka kecil. Memang luar biasa, Arab Saudi bekerjasama dengan kelompok yang baru enam tahun lalu melaksanakan upaya pembunuhan terhadap Pangeran Mahkota Mohammed bin Nayif.

Kemitraan de facto antara Riyadh dan AQAP semakin diperjelas oleh fakta bahwa koalisi militer pimpinan Saudi sama sekali menghindari mengebom target-target AQAP, padahal koalisi secara agresif mengebom teritori lain yang berada di bawah kendali Houthi. Meski diragukan apakah AQAP telah meninggalkan maksudnya untuk menggulingkan monarki Saudi, kemungkinan besar Riyadh menganggap aliansi diam-diamnya dengan AQAP sebagai spekulasi jangka pendek dan difokuskan pada tugas yang ada di depan mata.

Barangkali dengan dalih menghadang Wilayat al-Yemen (divisi Daish—juga dikenal sebagai “Islamic State”—Yaman), Riyadh melihat nilai strategis dalam bekerjasama dengan rivalnya AQAP. Walaupun Wilayat al-Yemen dan AQAP sejauh ini belum melancarkan kampanye bersenjata skala besar terhadap satu sama lain, persaingan mereka untuk memperebutkan rekrutan dan lapisan milisi Islam Sunni yang dominan di Yaman membuat beberapa analis memperkirakan konflik kepentingan mereka pada akhirnya akan memperadukan kedua kelompok. Khawatir pengambilalihan Houthi atas petak-petak teritori Yaman membantu kemampuan Wilayat al-Yemen (dalam upaya memancing dukungan besar Sunni lewat agenda sektarian dan ultra-kerasnya), penghadangan kelompok tersebut untuk meraih pengakuan mungkin turut berkontribusi pada perkembangan hubungan Riyadh dengan AQAP.

Implikasi Bagi Barat

Pemerintahan Obama telah mengidentifikasi AQAP sebagai cabang al-Qaeda paling berbahaya di dunia, dan ancaman teroris terburuk terhadap keamanan nasional AS. Pada 2000, al-Qaeda mengatur serangan terhadap USS Cole, dan dua tahun kemudian melancarkan bom bunuh diri yang menyasar tanker minyak Prancis M/V Limburg. Kedua serangan dilakukan oleh individu-individu yang akan memegang peran menonjol di AQAP.

Sepanjang 2008 dan 2009, AQY/AQAP menyerang kedutaan Barat, selain wisatawan Belgia dan Korea di Yaman. DI Hari Natal 2009, afiliasi AQAP gagal mengebom jet menuju Detroit, dan sepuluh bulan kemudian kelompok ini membuat upaya lain untuk menyerang tanah AS dengan mengebom dua pesawat kargo menuju Chicago (plotnya diintersep oleh petugas intelijen Saudi). Sebagai tambahan, meski peran AQAP dalam pembantaian Charlie Hebdo Januari 2015 di Paris masih menjadi sumber perdebatan di lingkaran intelijen, organisasi tersebut mengklaim bertanggungjawab.

Juni tahun ini, pejabat Washington menyuarakan keprihatinan atas peran Humayqani dalam perundingan Jenewa, menegaskan konflik strategi AS dan Arab Saudi terhadap krisis Yaman. Walaupun Washington menyediakan dukungan logistik dan intelijen untuk kampanye militer pimpinan Saudi terhadap Houthi, keterlibatan langsung militer AS di Yaman sejak Riyadh melancarkan Operasi Badai Penghabisan di bulan Maret hanya menyerang target-target AQAP dengan program drone kontroversial Washington.

Terlepas dari persetujuan hangat resmi Arab Saudi terhadap kesepakatan nuklir Iran, Riyadh sangat cemas dengan implikasi geopolitik perbaikan perlahan hubungan Barat dengan Iran. Terganggu oleh ide bahwa Teheran akan semakin menegaskan pengaruh di dunia Arab dengan memberi dukungan lebih kepada kelompok-kelompok paramiliter dengan dana baru dari pembebasan sanksi, Arab Saudi sedang melenturkan otot-ototnya di Yaman. Memandang pemberontak Houthi sebagai proksi Iran yang berkomitmen mendirikan negara klien untuk Republik Islam Iran di perbatasan selatan Arab Saudi, pejabat Riyadh jelas mencium ancaman lebih besar dari Houthi ketimbang dari milisi Islamis Sunni seperti AQAP.

Dari perspektif Washington, kampanye pimpinan Riyadh di Yaman berkontribusi pada kekacauan di Yaman yang menjadi lahan subur untuk cabang lokal al-Qaeda dan menciptakan magnet untuk kelompok-kelompok ekstrimis lain. Setelah merebut kendali bandara Riyan dan kota Mukalla (kota kaya minyak dengan bandar laut besar dan populasi 300.000 jiwa) pada April lalu, AQAP telah muncul sebagai aktor yang kian berpengaruh di tengah huru-hara berdarah dan krisis kemanusiaan yang lepas kendali sejak koalisi pimpinan Saudi mulai mengebom Yaman Maret lalu. Dengan memposisikan diri sebagai pasukan Sunni disiplin yang mampu menghadang pemberontak Houthi secara efektif, AQAP tak diragukan telah menjadi mitra de facto kampanye Saudi bekingan AS di Yaman, meski mereka adalah pendorong utama kampanye drone Washington di sana.

Pertalian antara unsur-unsur monarki berkuasa Arab Saudi dan kelompok-kelompok teror jihad global bukanlah barang baru. Menyusul serangan teroris 9/11, pertanyaan menyangkut untung-rugi memelihara aliansi kuat dengan Riyadh menghasilkan perdebatan hangat di AS. Dengan mempunyai hubungan ekonomi mendalam dengan negara-negara Barat dan sebagai pengekspor minyak mentah tertinggi dunia, Riyadh sudah lama memanfaatkan pengaruh kuatnya di tatanan geopolitik Timur Tengah dan pasar energi internasional untuk memupuk jalinan dengan kelompok-kelompok macam AQAP tanpa keberatan besar dari sekutu-sekutu Barat kerajaan ini.

Dalam kasus Yaman, para analis berpendapat dukungan Pemerintahan Obama untuk perang Riyadh melawan Houthi berada dalam konteks upaya Washington untuk mengamankan dukungan Saudi terhadap perjanjian nuklir Iran, terlepas dari keberatan AS atas kebijakan kerajaan itu. Paris sudah lama menjadi pembeking kampanye Riyadh di Yaman, sebagian besar disebabkan oleh kepentingan Prancis untuk menjadi pedagang senjata utama ke kerajaan. Namun, seiring waktu, aliansi de facto Riyadh dengan AQAP semestinya menimbulkan pertanyaan lebih lanjut di AS dan Prancis: apakah kerajaan tersebut merupakan mitra sejati dalam Perang Melawan Teror global ataukah sponsor langsung kelompok-kelompok afiliasi pelaku 9/11 dan serangan Charlie Hebdo.

Di Suriah, di mana dukungan Arab Saudi untuk milisi jihad garis keras memanaskan ketegangan dalam hubungan Riyadh dengan pemerintahan Barat, sarana dan sasaran kerajaan semakin berselisih dengan sarana dan sasaran pejabat Amerika dan Eropa. Sementara AS menggali peluang diplomasi dengan Houthi di Yaman, dan pejabat AS mulai menatap Iran sebagai mitra potensial dalam krisis keamanan regional, terdapat jurang yang melebar antara persepsi Barat dan Saudi menyangkut pertimbangan keamanan di Timur Tengah.

Bumerang Arab Saudi di Yaman?

Di luar implikasi terhadap hubungan Saudi dengan Barat, kerajaan sedang memainkan permainan beresiko tinggi dengan memasukkan aliansi jangka pendek dengan AQAP ke dalam strategi besar penghadangan maksud hegemoni Iran di Timur Tengah. Jika merujuk sejarah, kelompok-kelompok seperti AQAP hampir tidak mungkin mempertahankan kesetiaan pada negara atau sponsor non-negara yang menjadi sekutu nyaman. Di masa lalu Riyadh mensponsori gerakan-gerakan jihad di negara-negara asing—paling mencolok adalah Afghanistan dan Pakistan—yang kemudian mengarahkan senjata mereka pada kerajaan tersebut. Karena konflik di Yaman amat cair, dan dirumitkan oleh deretan kelompok bersenjata dengan beragam tujuan dan ideologi, lanskap politik negeri tersebut di masa depan sama sekali tak dapat diprediksi. Riyadh sedang mengambil resiko besar dengan bekerjasama dengan kelompok-kelompok bersenjata di perbatasannya yang dahulu mengungkapkan permusuhan terhadap kerajaan dan sekutu Arab/Barat.

Bulan lalu pejabat AS dan sumber lokal Yaman melaporkan militan AQAP sedang mendekati dan mengepung Aden. Menurut laporan media yang belum dikonfirmasi, bendera al-Qaeda berkibar di atas sebuah bangunan administratif, sementara kelompok tersebut berpatroli di sebagian lingkungan kota. Seandainya cabang al-Qaeda merebut kendali kota terbesar kedua Yaman, perkembangan berbahaya semacam ini pasti menciptakan dilema keamanan baru bagi penduduk lokal yang sudah mengalami krisis kemanusiaan buruk. Ini juga bisa menimbulkan ancaman serius terhadap pedagang internasional jika kelompok teror jihad merampas kendali kedua sisi Bab-el-Mandeb yang sempit (sisi Yaman dan Afrika)—salah satu jalur pengapalan tersibuk dunia, menyambungkan Samudera India dengan Laut Mediterania.

Keamanan Arab Saudi semakin terancam oleh sel-sel afiliasi Daish yang telah melakukan serangan terhadap perwira polisi, masjid Syiah, dan ekspatriat Barat dalam beberapa bulan terakhir, dan oleh sumpah pemimpin “kekhalifahan” tersebut untuk menggulingkan keluarga berkuasa Al Saud. Oleh karenanya, Riyadh mungkin akan menyesal mengejar kebijakan luar negeri jangka pendek yang menciptakan kondisi di mana AQAP meraih untung paling besar dari lingkungan kacau tak terkendali di Yaman. Arab Saudi akan mendapat keuntungan jika mempunyai orientasi jangka panjang yang sama terhadap ekstrimisme Sunni dan lanskap minyak global.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.